reader's told me 48. Nasabah



AP somewhere


“Papa pengen liat mama bercinta sama cowok lain.”
Kalimat itu langsung terlintas dipikiranku. Beberapa kali kalimat itu diucapkan suami selesai kami bercinta. Itu adalah salah satu fantasi seksnya. Fantasi seks yang muncul dari menonton sebuah film bertema swinger. Aku ikut menontonnya saat itu. Tanggapanku selalu dingin setiap kali suami mengutarakannya, lagi dan lagi. Hanya saja, kali ini sepertinya fantasi itu adalah solusi untuk masalahku.
“Bagaimana Dit?”
Tersadarku dari lamunan. Kurasakan lagi belaian dipahaku. Tangan itu milik salah satu nasabah prioritasku. Sebut saja namanya Pak Pramono. Dia lebih senang kupanggil Pram atau Om. Pak Pram semakin mendekatkan duduknya. Tubuh kami kini hampir menempel. Kutepis secara sopan tangannya dari pahaku. Kupindahkan posisi dudukku sedikit menjauh.
“Biar saya pikirkan dulu ya Om.”
Dia tersenyum. “Baiklah, pikirkan saja dulu. Om tunggu jawaban kamu.”
Usia Pak Pram sudah lebih dari separuh baya. Hampir seumuran dengan ayahku. Itulah kenapa dia biasa memanggilku dengan panggilan ‘Dita’, tanpa embel-embel ibu atau mbak.
Pak Pram terkenal sebagai playboy. Salah satu incarannya adalah aku. Iya, dia memang ingin meniduriku. Sudah beberapa kali dia mengungkapkan maksudnya itu. Berbagai rayuan sudah digunakannya. Ajakannya itu terus kutolak. Kutolak secara sopan, tentunya. Bagaimana pun dia adalah nasabah bermodal besar. Hubungan baik harus tetap kujaga.
Kini upaya terakhir pun dipakai Pak Pram. Kontrak dengan bank tempatku bekerja sengaja ia pending. Padahal kini hanya tinggal tahap penandatanganan para pihak. Secara khusus dia meminta kepada atasanku, agar aku yang mengurus kontrak ini. Dia bilang padaku, syarat tanda tangan adalah tidur dengannya. Aku jadi serba salah dibuatnya.
Kutinggalkan kantor Pak Pram dengan perasaan kalut.
*****
“Aaahh..”
Suami mencapai orgasme diatasku. Spermanya dikeluarkan diperutku. Kami memang sedang menunda momongan. Hari itu kebetulan aku sedang subur. Metode coitus interuptus kami pakai, karena suami malas memakai kondom. Kami bersepakat untuk fokus pada karier dulu. Lagian kami masih termasuk pasangan muda. Belum setahun kami menikah. Suami menggulingkan tubuhnya, dan terlentang disampingku. Nafasnya masih memburu.
Jujur aku sedang tidak mood bercinta. Percakapan dengan Pak Pram siang tadi, terus terbayang dipikiranku. Hanya saja, kulihat malam itu suamiku begitu bergairah. Jadi aku berusaha untuk tidak mengecewakannya.
Kutinggalkan suami diranjang. Melangkah menuju kamar mandi, guna membersihkan diri. Kutatap kaca wastafel. Aku bingung bagaimana menyampaikan masalahku, tanpa menyinggung perasaan suami. Akhirnya terlintas sebuah ide. Kembali ke ranjang, aku berbaring disamping suami. Kubergelayut manja dipelukannya.
“Ih kok banyak banget sih keluarnya? Pasti bayangin mama bercinta sama cowok lain lagi ya?”
Suamiku tertawa kecil mendengar godaanku. “Kok tumben nih mama yang ngebahas soal itu, biasanya ngambek kalo papa bahas gituan.”
“Kan pengen tau aja..” pancingku, sambil mengelus dadanya.
“Nggak ah, ntar kalo mama ngambek papa juga yang repot.”
“Nggak kok, mama nggak bakalan ngambek. Janji deh.”
Berusaha kupancing suamiku. Berusaha agar dia mau mengungkap fantasinya lebih jauh.
“Ya udah. Papa itu pengen ngelakuin seperti yang kita tonton di film. Dua pasangan terus kita tukeran pasangan gitu, kan adil kesannya. Tapi papa nggak maksa mama loh, kan ini sekedar fantasi doang.”
Aku terdiam sejenak. Kutarik nafas pelan.
“Kalo mama menuhin fantasi papa gimana?”
Suamiku mengerutkan kening. Sepertinya dia heran dengan tanggapanku yang berbeda kali ini.
“Maksud mama?”
Mulailah aku bercerita tentang Pak Pram. Kuceritakan secara detail tentang tawaran nasabah prioritasku itu. Termasuk syarat yang diajukannya. Selesai bercerita, kutarik lagi nafas pelan. Aku bersiap menerima tanggapan suamiku. Apapun itu, amarah sekalipun.
“Boleh juga tuh. Asal mama nyaman aja sama cowok itu..”
Sedikit kaget kudengar tanggapan suami. Ekspresi wajahnya terlihat santai. Tidak seperti yang kubayangkan diawal. Sepertinya dia memang berniat sekali mewujudkan fantasinya.
“..dan dengan catatan juga, istrinya musti ikutan. Mama musti menekankan syarat itu ke nasabah mama. Kalo nggak ya kesepakatan batal.”
Aku sedikit lega. Paling tidak, sudah keluar apa yang jadi uneg-unegku. Kini tinggal masalah dengan Pak Pram. Kusiapkan kata-kata untuk disampaikan kepadanya. Sekalian mempersiapkan diriku sendiri. Apakah aku yakin dengan pilihanku ini. Kalau kesepakatan ini benar terjadi, maka ini adalah pengalaman pertamaku. Pengalaman disetubuhi laki-laki lain, selain suamiku.
*****
Tiga hari setelahnya, aku kembali ke kantor Pak Pram. Sebelumnya kuyakinkan lagi suamiku, tentang keinginannya ini. Dia mendukungku sepenuhnya. Aku pun jadi semakin yakin dengan pilihanku.
“Oh itu sih sama sekali bukan masalah. Istri Om pasti akan setuju, kan dia juga pernah threesome dengan Dina.”
Lagi-lagi aku terkejut dibuatnya. Dina adalah sekretaris Pak Pram, bahkan tadi aku sempat mengobrol dengannya. Keterkejutan pertama, saat dia mengaku istrinya juga melakukan hal yang sama. Biasanya istrinya melakukannya dengan laki-laki yang lebih muda, alias brondong. Benar-benar pasangan aneh, pikirku. Walaupun aku belum pernah bertemu dengan istrinya.
“Jadi kita sepakat?”
Tidak ada pilihan lain selain mengangguk.
“Bagaimana kalau besok? Besok kan weekend.”
Kembali aku mengangguk. “Tapi biar saya dan suami yang menentukan tempatnya,” tambahku.
“Tidak masalah. Kirimi pesan saja dimana tempatnya, kami akan datang.” Wajahnya terlihat sumringah.
Kesepakatan telah tercapai. Kukeluarkan berkas kontrak untuk ditandatanganinya. Pak Pram mengeluarkan pulpen, namun hanya menandatangani dua jilid terakhir. Kedua jilid itu adalah merupakan bagian arsipnya saja.
“Yang lain, akan Om tandatangani waktu kita bertemu lagi nanti,” dia tersenyum genit.
“Iya, tidak apa-apa Om.”
Kumasukkan lagi berkas-berkas itu kedalam tas. Ketika hendak bangkit dari sofa, Pak Pram mencegahku.
“Ada apa lagi Om?”
“Om sudah tanda tangan ‘tanda jadi’, kamu juga kasi Om ‘tanda jadi’ dong.”
“Maksud Om?” tanyaku keheranan.
Tanpa menjawab, Pak Pram mendekatkan duduknya. Seperti yang sudah-sudah, tangannya mendarat dipahaku. Dirabai pahaku sambil tersenyum. Aku pun paham apa yang dimaksudnya dengan ‘tanda jadi’. Kali ini kubiarkan saja. Bahkan saat tangannya merambah masuk kedalam rok, aku tetap diam. Sedikit demi sedikit ujung rokku terangkat. Saat celana dalamku sedikit mengintip, tangan itu meraba permukaannya.
Tak berhenti disana. Tangan Pak Pram yang lain membuka kancing blazerku. Disusul dengan kancing kemejaku, satu per satu. Begitu terbuka, dia menarik tangannya dari dalam rok dan meraba payudaraku. Masih tertutup cup bra, tentunya. Diciumnya bibirku sebagai aksi lanjutan. Dia melumat, aku pun balas melumat. Saat dia hendak merebahkanku disofa, aku mendorongnya pelan.
“Udah Om, cukup.”
“Loh, kenapa?”
“Saya kesini sama sopir, takut dia nungguin lama.”
Pak Pram tersenyum. Sepertinya dia mengerti alasanku. Dia membiarkanku merapikan diri. Hanya saat kami berdiri, dia sempat memintaku berbalik. Diangkatnya lagi ujung rokku. Kali ini dinikmatinya bongkahan pantatku. Diremasnya juga beberapa kali.
“Malam ini jangan bercinta dengan suamimu Dit, jaga stamina buat besok.”
Tersenyum aku mendengarnya.
Kami sempat berciuman lagi, sebelum aku berpamitan.
*****
Hari yang dinanti pun tiba. Pertama kalinya aku kebingungan memilih pakaian. Bahkan, memilih dalaman pun demikian. Sebenernya sama aja, toh terakhir semuanya akan terlepas juga. Hanya saja, untuk kali ini aku merasa harus yakin dengan penampilanku. Penampilan untuk sebuah momen ‘spesial’. Akhirnya aku memilih memakai dress. Menurut suami sih aku terlihat anggun memakainya.
“Itu mereka.”
Aku menunjuk sebuah meja. Suami mengikutiku mendekati meja tersebut. Pak Pram dan istrinya berdiri menyambut kami.
“Ini pasti Pak Hendra, saya Pramono..”
Pak Pram nyalami suamiku. “..dan ini istri saya, Siska.”
Suamiku menyalami wanita itu. “Hendra,” ucapnya. Begitu pun juga diriku. “Dita.”
Saat itu baru kutahu bagaimana rupa istri Pak Pram. Parasnya sangat cantik, dan masih kelihatan muda. Mungkin benar info yang kudengar, kalau Siska ini adalah istri kedua. Suamiku terlihat lega. Tadinya dia sempat was-was, kalau istri Pak Pram sudah ‘berumur’. Suamiku sepertinya tidak rela, menukarku seandainya bayangan itu benar.
Kami bercakap-cakap sambil makan malam. Kecanggungan yang sempat ada, langsung sirna. Istri Pak Pram ternyata supel dan easy going. Kami berempat bisa langsung nyetel, walau baru saja saling mengenal. Disela obrolan, Pak Pram akhirnya bersedia menandatangani seluruh kontrak. Aku tersenyum puas. Tidak terasa waktu pun beranjak semakin malam.
“Bagaimana kalau kita lanjutkan ini dikamar?” Pak Pram berujar.
Kami bertiga menyetujuinya. Kami pun beranjak menuju lift. Kamar yang suamiku pesan ada dilantai tiga.
“Oya, bill hotel sudah dimasukkan atas nama saya. Jadi Pak Hendra tidak perlu membayar lagi,” ujar Pak Pram saat kami memasuki kamar.
“Oh tidak perlu repot-repot begitu Pak,” balas suamiku.
Pak Pram tetap memaksa dengan keputusannya. Suamiku memilih mengalah. Dikamar itu ada sebuah bed yang sangat besar. Cukup untuk kami berempat. Sengaja suami memilih honeymoon suit guna menghabiskan malam. Pemandangan diluar sana juga teramat indah. Pemandangan lampu-lampu kota terlihat dengan jelas. Kami lanjutkan percakapan yang sempat terputus. Sambil meminum sampanye sebagai pesanan extra.
Sampai tahu-tahu aku sudah berciuman dengan Pak Pram. Demikian pula suamiku dengan Siska. Pertukaran pasangan pun resmi terjadi.
Entah karena alkohol yang kuminum, malam itu aku begitu bergairah. Mungkin juga karena kemarin aku tidak bercinta dengan suami. Malam itu, aku lebih cepat basah dari biasanya. Padahal Pak Pram baru merebahkanku diranjang. Beberapa ciuman dan remasannya langsung membuatku turn on. Dia pun mulai menelanjangiku. Sementara disebelah kami, kulihat suami juga mulai melucuti Siska.
“Aaahh.. aahh.. aahh..”
Desahan, erangan dan lenguhan memenuhi kamar. Pak Pram sudah menyetubuhiku. Bersyukur sempat kuingatkan dia memakai kondom. Penis itu adalah penis kedua, selama hidupku. Tidak ada kecanggungan sebagaimana kubayangkan sebelumnya. Semuanya mengalir begitu saja. Ditengah tindihan Pak Pram, aku menoleh ke arah suamiku. Dia terlihat tidak kalah bersemangat.
“Aaahh.. aahh.. aahh..”
Ranjang tempat kami bercinta, berguncang dengan hebatnya. Sampai akhirnya dia menjadi saksi pelepasan orgasme kami. Rasanya nikmat sekali.
Selepas itu, kami melanjutkan mengobrol. Membahas persetubuhan yang baru saja terjadi. Tidak ada diantara kami yang berpakaian. Kupuji keindahan tubuh Siska, begitupun dirinya kepadaku. Kulihat Siska mengatur bulu pubisnya dengan model brazilian waxing. Sesuatu yang bisa kutiru saat dibawah sana tumbuh lagi.
“Pak Hendra, tidak keberatan kan kalau ibu Dita saya ajak ke kamar sebelah?”
Suamiku sedikit keheranan. “Loh kamar sebelah dibooking juga?”
“Iya, tadi saya yang booking waktu datang. Silakan gunakan kamar ini dengan bebas bersama istri saya, kita ketemu lagi besok siang di lobi. Bagaimana?”
Sepertinya suamiku tidak keberatan. Aku dan Pak Pram berpakaian seadanya, dan melangkah keluar kamar. Ronde kedua pun akan berlangsung lebih privat. Pastinya juga akan lebih banyak variasi seksnya. Sebelum bersetubuh, Pak Pram menghadiahiku sebuah kalung emas. Aku terkaget dengan pemberiannya. Aku tidak kuasa menolak, karena dia memaksaku menerima hadiahnya itu. Jadilah kuhabiskan malam berdua saja bersamanya, dengan hanya kalung itu melekat ditubuhku.
*****
Setelah kejadian itu, kehidupan seks kami jadi kian membara. Kami lakukannya dimana pun ada kesempatan. Semangat suami jadi berlipat, dan semakin menggebu-gebu. Mungkin kami sudah tak bisa lagi menahan memiliki momongan, karena suami jadi sering keceplosan didalam. Aku tidak masalah dengan hal itu. Aku justru menikmati keperkasaannya.
Bagaimana dengan Pak Pram dan istrinya? Menurut suami, dia pernah bertemu lagi dengan Siska beberapa kali. Diantaranya diakhiri dengan persetubuhan. Dia menceritakan kepadaku setiap kali itu terjadi. Aku bisa menerima, karena aku juga melakukan hal yang sama. Setiap kali ada kontrak baru, Pak Pram akan meminta jatahnya. Demikian pula saat ada nasabah baru yang dia kenalkan. Ternyata dia banyak memiki link-link pengusaha besar. Tugasku pun kini jadi lebih mudah.
*****
“Ma, kok pulangnya malem lagi?”
Suamiku memelukku dengan mesra. Kami berciuman.
“Iya sorry pa, abis tadi ada meeting dadakan.”
“Mama capek nggak?”
Aku mengerutkan kening. “Capek sih pa, maunya rendeman dulu bentar. Emang kenapa?”
“Papa lagi horni banget nih, quicky bentar yuk.”
Tanpa menunggu persetujuan, suami membalikkan tubuhku. Dibuatnya aku menungging dalam posisi berdiri. Kupegang ujung meja rias sebagai tumpuan. Segera diangkatnya tinggi rokku. Digesernya sedikit g-string disana, sebelum memasukkan penisnya.
Dalam hati aku sedikit was-was. Semoga saja tadi cukup bersih kucuci vaginaku. Seorang mahasiswa baru saja menumpahkan spermanya disana. Untung pula tadi aku batal memberinya g-string yang kupakai. Pintanya sebagai kenang-kenangan. Kalau itu sampai terjadi, suami pasti curiga. Baru kukenal dia dua minggu yang lalu. Tadi adalah untuk pertama kalinya kami bercinta. Hasutan teman berhasil menggodaku mencoba penis brondong. Sensasinya ternyata memang berbeda.
Masih kurahasiakan dia dari suamiku. Masih kucari tahu, apakah dia punya pacar untuk berbagi. Maka untuk sementara, biarlah ini menjadi rahasia. Sssttt..

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Reader's told me 69. i just follow

Reader's told me 68 everybody have secret

wife story 7 : reader's told me